Sabtu, 31 Maret 2012

Makalah Arab Pra Islam


DISUSUN OLEH

Lia Ardaleni                 352010023
Prodi                             Pendidikan Sejarah
Semester/Kelas              IV/A
Mata Kuliah                 PerkembanganIslam Di Indonesia


Dosen Pembimbing : Apriana M.Hum


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNVERSITAS MUHAMMMADIYAH PALEMBANG
2012

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Kehidupan bangsa Arab sebelum diutusnya Rasulullah berada dalam kekacauan yang luar biasa. Mereka menyekutukan Allah, banyak berbuat maksiat, tidak memiliki norma, percaya kepada khurafat, dan berbagai bentuk kebobrokan moral lain.
Permulaan zaman Jahiliyah tidak ditentukan permulaannya. Tidak dicatatkan dalam mana-mana rekod bertulis mahupun bukti artifak yang menunjukkan bila zaman Jahiliyah bermula. Hanya al-Qur'an menyatakan zaman tersebut adalah sebelum Islam yaitu zaman sebelum turunnya Al-Quran. Namun, maksud ayat-ayat Al-Quran menunjukkan zaman tersebut adalah seperti berikut:
  • Zaman tidak mempunyai nabi dan kitab suci.
  • Tidak mempunyai peradaban dan ketamadunan.
  • Masyarakat tidak berakhlak, angkuh dan bongkak.
  • Masyarakatnya jahil dan tidak boleh membaca dan menulis
Untuk lebih memahami lagi kami akan membahas Pada Pembahasan yaitu Arab Pra-Islam.







1.2 Rumusan Masalah
1. Siapakah Orang Arab itu?
2. Bagaimana Keadaan Arab Pra- Islam?
2.2.1 Segi Sosial Budaya Arab?
2.2.2 Ekonomi dan Perdagangan?
2.2.3 Politik dan Pemerintahan?
2.2.4 Agama dan Kepercayaan?
1.3 Tujuan Penulisan
       1. Untuk Mengetahui Asal Usul dari Bnagsa Arab itu sendiri
2. Untuk Mengetahui Keadaan Arab Pra-Islam
2.2.1 Untuk Mengetahui Segi Sosial Budaya Arab
2.2.2 Untuk Mengetahui Ekonomi dan Perdagangan
2.2.3 Untuk Mengetahui Politik dan Pemerintahan
2.2.4 Untuk Mengetahui Agama dan Kepercayaan







BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Asal Usul Bangsa Arab
            Secara Etimologis kata Arab berasal dari kata ‘Araba artinya yang berani bergoyang atau mudah berguncang. Bangsa Arab maupun Israel termasuk dalam rumpun bangsa Semit atau Samyah. Nabi Ibrahim dianggap sebagai cikal bakal dari rumpun bangsa itu yang diduga berasal dari Babilonia.
Secara fisik bnagsa Arab tidak menunjukkan bentuk yang tunggal, karen aterdapat variasi yang berkaiatan dengan lokasi.. DiArab Utar fisik mereka mirip dengan orang Eropa, yang memiliki rambut agak kemerah-merahan, agak bergelombang, dan warna kulit agak cerah. Di Arab Tengah fisik mereka agak tambun, warna kulit cerah, rambut bergelombang dengna warn ahitam. Sedangklan Arab Selatan memilki bentuk hidung mancung dan melengkung, bagai patuk burung elang. Bentuk pipi menonjol, mata tajam agak terlindung tulang dahi. Rambut hitam dan bergelombang dengan warn kulit agak kelam.
Perkembangan bangsa Arab terbagi kepada dua kelompok besar, yaitu:
a. Arab Ba'idah, yaitu kelompok yang telah punah sejarah mereka telah terhenti bersama dengan punahnya mereka dipermukaan bumi, seperti bangsa Ad dan Tsamud.
b. Arab Musta'rabah (Arab Campuran), yaitu keturunan suku Ad-nan yang umumnya mereka tinggal di hijaz. Mereka adalah keturunan nabi Ismail as.
Kehidupan orang-orang Arab sebelum Islam sering disebut dengan kehidupan Jahiliyah. Akan tetapi, jahiliyah dalam pengertian suatu tata kehidupan yang terlapas dari nilai-nilai ajaran Agama, wlaupun masyarakatnya menganut agama.


2.2 Arab Pra-Islam
2.2.1 Segi Sosial Budaya Arab
Sistem sosial masarakat Arab mengikuti garis bapak (patrilinial) dalam memperhitungkan keturunan, sehingga setiap nama anak dibelakangnya selalu disebutkan nama bapak. Bahkan secara beruntun nama bapak-bapak mereka dicantumkan  dibelakang nama mereka dan dikaitkan dengan status dalam keluarga , yaitu bin yang berasal dari kata ibnu yang berarti anak laki-laki. Bagi anak perempuan  tentu saja disebut binti, yang berarti anak perempuan. Orang-orang Arab sangat bangga dengan rentetan nama-nama dibelakang  nama mereka. Dalam sebuah kabilah atau suku bangsa mereka terikat oleh bapak moyang mereka yang sangat dihormati. Sekelompok orang yang berada dalam satu garis keturunan dengan moyang yang sama biasa disebut sebagai satu keluarga besar dengan sebutan Bani (anak keturunan), kalueangsa atau dinansti tertentu Dalam sistem masarakat Arab yang sederhana sebuah kabilah dikepalai seoarang ternama sebagai seorang patriarkh atau seoarang bapak utama atau perimus interpares, dengan julukan sekh.
Masyarakat Arab sebelum Islam adalah masyarakat feodal dan sudah mengenal sistem perbudakan. Sistem kekerabatanya adalah sistemk partilinial (Patriarchat-agnatic), yaitu hubungan kekerabatan yang berdasarkan garis keturunan bapak. Wanita kurang mendapat tempat yang layak dalam masyarakat. Bahkan tidak jarang apabila mereka melahirkan anak perempuan, mereka merasa malu dan hina mereka kuburkan hidup-hidup, seperti yang dinyatakan dalam ayat Al-qur'an surat An-Nahal Ayat 58-59; artinya : dan apabila salah seorang diantara mereka dikabarkan dengan kelahiran anak perempuan, lalu merah pada mukanya, sedang ia berduka cita. Ia menyembunyikan diri dari kaumnya, karena kejelekan berita tersebut, apakah anak perempuan tersebut terus dipelihara dengan menanggung hina atau dikubur hidup-hidup kedalam tanah. Ketahuilah amat kejam hukuman yang mereka lakukan.
Dengan demikian, akhlak masyarakat telah merosot sekali, sehingga sering berlaku hukum rimba; siapa yang perkasa ialah yang berkuasa, siapa yang bodoh diperas oleh yang pandai, siapa yang miskin dihisap oleh yang kaya. Masa inilah yang disebut dengan masa Jahiliya.
Jahiliyah (bahasa Arab: جاهلية, jahiliyyah) adalah konsep dalam agama Islam yang berarti "ketidaktahuan akan petunjuk ilahi" atau "kondisi ketidaktahuan akan petunjuk dari Tuhan" atau masa kebodohan (Qutb, Sayyid (1981). Milestones. The Mother Mosque Foundation. p.11, 19) Keadaan tersebut merujuk pada situasi bangsa Arab sendiri, yaitu pada masa masyarakat Arab pra-Islam sebelum diturunkannya al-Qur'an. Pengertian khusus kata jahiliyah ialah keadaan seseorang yang tidak memperoleh bimbingan dari Islam dan al-Qur'an.
2.2.2 Ekonomi dan Perdagangan
Terikat oleh keadaan geografis alam yang tandus kering dan gersang, maka pada umumnya kehidupan orang Arab sebelum Islam bersumber dari kegiatan perdagangan dan peternakan terkenalah beberapa kota di Hijaaz sebagai pusat perdagangan, seperti Mekkah, madinah, yaman dan lain-lainya,dikota Mekah sekali setahun diadakan keramaian yang ramai dikunjungi orang sekitarnya, sehingg dengan demikian Mekkah tumbuh menjadi kota dagang antar suku bangsa yang terdapat di sekitar Jazirah Arab samping itu, penduduk yang tinggal dipedesaan umumnya hidup dengan beternak kambing, biri-biri, unta. Ternak ini sekaligus merupakan bahan makanan bagi mereka. Hewan ternak ini mereka gembalakan dengan jumlahnya amat sedikit dan terbatas diJazirah Arab justru itu kehidupan para pternak selalu berpindah-pindah, sesuai dengan lahan tempat mereka perselisihan atau peperangan antar suku dengan yang lain disebabkan ternak. Disebabkan antar oleh karena memperebutkan lahan yang memiliki padang rumput dan air, demi mempetahankan kehidupan.
2.2.3 Politik dan Pemerintahan
Bangsa Arab sebelum Islam tidak pernah dijajah oleh bangsa asing, bahkan tidak pernah tercipta kesatuan politik di seluruh jazirah Arab. Kerjaan –kerajaan kecil yang terdapat di Jazirah Arab bahagian selatan umumnya berdaulat atas wilyah mereka yang sepit dan sebatas masyarakatnya. Mereka lebih suka hidup berkabilah-kabilah dan setiap kabilah atau suku diperintah oleh seorang Syaikh, yaitu seorang yang dianggap tertua dan berani di antara anggota kabilah tersebut. Oleh karena itu, tidak ada rasa solidaritas sosial yang menyeluruh bagi semua suku Arab, bahkan hubungan kerjasama antar suku hanya didasari atas kepentingan bersama, tanpa ada kepentingan bersama, sukar tercipta hubungan kerjasama antar suku atau antar kerjaan-kerajaan kecil yang terdapat di sekitar Jazirah Arab, seperti kerajaan Mu'in Himyar, Saba' Hirrah, gassan dan lain-lainya.
Kota Mekkah diperintah oleh suku quraisy, yang berasal dari keturunan qusai bin Kilab. Oleh karena itu mereka disegasni dan dihormati oleh suku-suku Arab lainnya. Semenjak masa qusai bin Kilab, pelaksanaan pemerintahan kota Mekkah berjalan dengan baik. Akan tetapi, pada masa Abd. Al-Dar, salah seorang anak Qusai bin Kilab, telah mulai timbul perselisihan antar anak Abd. Al-Dar dengan anak saudaranya Abd. Al-manaf. Perselisihan ini umumnya disebabkan oleh kota mekkah. Perslisihan ini berlanjut sampai dengan kelahiran Nabi Muhammada SAW.,walaupun dalam intensitas yang berbeda.
2.2.4 AGAMA DAN KEPERCAYAAN
                Sebelu Islam lahir dan dikembangkan dikawasan Padang Pasir Nejed yang melengkupi Mekah dan Madinah disan atelah berkembang agama Yahudi maupun Nasrani. Namun orang-orang Pribumi masih banyak memeluk keyakinan peyembahan brahala, yang terutama dipeluk oleh orang-orang Arab dari kabilah Quraisy di Mekah.
Mayoritas bangsa Arab sebelum Islam menganut kepercayaan yang menyembah berhala atau patung atau benda-benda lain yang dianggap mempunyai kekuatan gaib, seperti batu, pohon kayu, binatang dan sebagainya. Oleh karena itu, dikalangan mereka terdapat beberapa nama tuhan yang disembah seperti Uzza, Mana, Lata dan Hubal. Hubal adalah tuhan orang-orang keturunan suku Quraisy. Berhala ini berbentuk manusia. Ada sekitar 360 buah patung di sekitar Ka'bah yang disembah oleh orang-orang Arab sebelum Islam.
Terdapat pelbagai agama dan kepercayaan di Semenanjung Tanah Arab termasuklah Majusi, Nasrani, Yahudi dan Hanif, Berhala, Animisme dan Tahyul. Kepelbagaian ini berlaku kerana adanya pengaruh asing disamping menaruh harapan yang tinggi terhadap alam sekitar yang dipercayaan dapat mengawai dan membantu kehidupan seharian.
Kepercayaan Majusi disebarkan oleh orang Parsi yang menjajah Bahrain, Oman dan Yaman. Masyarakat Arab di kawasan ini turut memuja api sebagaimana diamalkan oleh Masyarakat Parsi.
Agama Nasrani disebarkan oleh orang-orang Rom yang menjajah Hirah dan Ghassan di utara Semenanjung Tanah Arab, mereka mempunyai kitab suci tetapi ajaran yang dibawa oleh Nabi Isa a.s telah dipinda berdasarkan kefahaman mereka sendiri. Najran merupakan pusat agama ini.
Agama Yahudi disebarkan oleh saudagar-saudagar yang berasal dari Palestine. Penganut asal agama ini ialah Bani Israeil. Mereka mempunyai kitab suci tetapi ajaran yang dibawa oleh Nabi Musa telah dipinda oleh orang-orang Yahudi. Mereka membohongi masyarakat Arab, dengan menyatakan agama mereka benar daripada Allah s.w.t.  Agama Yahudi bertapak di Yaman dan Madinah.
Disamping itu terdapat segelintir orang Arab yang menganut ajaran yang dibawa oleh Nabi Ibrahim a.s digelar Hunafa dan bertempat Makkah. Nabi Ibrahim dan puteranya Nabi Ismail a.s sampai di Makkah lebih awal. Maka ajaran Hanif mendahului ajaran Yahudi dan Nasrani di Arab.
Penganut agama-agama dari langit iaitu Hanif, Nasrani dan Yahudi dikalangan masyarakat Arab tidak ramai, mereka menjalani kehidupan berdasarkan ajaran yang dianuti kecuali penganut Yahudi didapati lebih kejam terhadap penganut ajaran lain.
Kepercayaan yang paling dominan di kalangan masyarakat Arab ialah penyembahan berhala. Penyembahan berhala mucul selepas kewafatan Nabi Ismail a.s  Masyarakat berkehendakan perantara bagi menghubungkan mereka dengan Allah s.w.t Mereka mencipta berhala-berhala daripada kayu-kayu dan batu dan diletakkan disekliling Kaabah. Penyembahan berhala muncul lebih awal dari agama Nasrani dan Yahudi. Masyarakat Arab menganggap penyembahan berhala adalah amalan nenek moyang mereka yang perlu dipertahankan.
Di samping mempercayaai berhala, masyarakat Arab percaya kepada anamisme dan tahyul. Objek cakrawala dan objek di bumi disembah sebagai menandakan pengharapan dan terima kasih ke atas apa yang mereka terima. Mereka memuja tukang tilik dan percaya tanda-tanda baik dan buruk yang ditunjukan sesuatu objek.
Disamping agama menyembah berhala diatas terdapat pula sebahagian kecil penduduk Mekkah dan sekitarnya yang menganut agama Hanafiyah, yaitu agama monotheisme yang dibawa oleh nabi Ibrahim as.

           








BAB III
KESIMPULAN
Asal-usul bangsa Arab dari rumpun Bangsa Semit. Menurut Hasan Ibrahim Hasan, perkembangan bangsa Arab terbagi kepada dua kelompok besar, yaitu:
a.  Arab Ba'idah, yaitu kelompok yang telah punah sejarah mereka telah terhenti bersama dengan punahnya mereka dipermukaan bumi, seperti bangsa Ad dan Tsamud.
b. Arab Musta'rabah (Arab Campuran), yaitu keturunan suku Ad-nan yang umumnya mereka tinggal di hijaz. Mereka adalah keturunan nabi Ismail as.
Kehidupan orang-orang Arab sebelum Islam sering disebut dengan kehidupan Jahiliyah. Akan tetapi, jahiliyah dalam pengertian suatu tata kehidupan yang terlapas dari nilai-nilai ajaran Agama, wlaupun masyarakatnya menganut agama.
Masyarakat Jahiliah tidak mempunyai peraturan hidup yang jelas, sebaliknya menurut hawa nafsu semata-mata.














DAFTAR PUSTAKA
Su’ud Abu. 2003. Islamologi, Sejarah Ajaran, dan Peranannya Dalam Peradaban Umat Manusia. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta

Rabu, 28 Maret 2012

Makalah Aplikasi belajar dalam teori Bihaviorisme


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Behaviorisme atau Aliran Perilaku (juga disebut Perspektif Belajar) adalah filosofi dalam psikologi yang berdasar pada proposisi bahwa semua yang dilakukan organisme — termasuk tindakan, pikiran, atau perasaan— dapat dan harus dianggap sebagai perilaku. Aliran ini berpendapat bahwa perilaku demikian dapat digambarkan secara ilmiah tanpa melihat peristiwa fisiologis internal atau konstrak hipotetis seperti pikiran. Behaviorisme beranggapan bahwa semua teori harus memiliki dasar yang bisa diamati tapi tidak ada perbedaan antara proses yang dapat diamati secara publik (seperti tindakan) dengan proses yang diamati secara pribadi (seperti pikiran dan perasaan).
Dan untuk lebih jelasnya lagi kami akan membahasnya pada bab pembahasan yaitu Aplikasi teori belajar Bihaviorisme.







1.2    Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian dari Bihaviorisme?
2.      Bagaimana Analisis Tentang Teori Behavioristik?
3.      Bagaimana Aplikasi Teori Behavioristik dalam K?egiatan Pembelajaran?

1.3    Tujuan Pulisan
1.      Untuk mengidentifikasikan pengertian Tori Bihaviorisme
2.      Untuk mengetahui Analisis tentang Teori Bihaviorisme
3.      Untuk mengetahui Aplikasi Teori Behavioristik dalam K?egiatan Pembelajaran












BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Belajar Menurut Pandangan Teori Behavioristik
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan semakin kuat.
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi:
(1) Reinforcement and Punishment;
(2) Primary and Secondary Reinforcement;
(3) Schedules of Reinforcement
(4) Contingency Management;
 (5) Stimulus Control in Operant Learning
(6) The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike,Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran behavioristik.
2.2.1 Teori Belajar Menurut Thorndik
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).
Ada tiga hukum belajar yang utama, yakni (1) hukum efek; (2) hukum latihan dan (3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon.
2.2.2 Teori Belajar Menurut Watson
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.

2.2.3 Teori Belajar Menurut Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).

2.2.4 Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang
.Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Siswa harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).
2.2.5 Tori Belajar Menurut Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuaensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengmukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.

2.2. Analisis Tentang Teori Behavioristik
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang siswa dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997).
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.

Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.

Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi siswa, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.

Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang berpengaruh yang mempengaruhi proses belajar. Jadi teori belajar tidak sesederhana yang dilukiskan teori behavioristik.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi siswa untuk berpikir dan berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:
1) Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara.
2) Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
3) Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang siswa perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika siswa tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan siswa (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong siswa untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons.
2.3  Aplikasi Teori Behavioristik dalam Kegiatan Pembelajaran
Aliran psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Istilah-istilah seperti hubungan stimulus respon, individu atau siswa pasif, perilaku sebagai hasil yang tampak, pembentukan perilaku (shaping) dengan penataan kondisi secara ketat, reinforcement dan hukuman, ini semua merupakan unsur-unsur yang sangat penting dalam teori behavioristik. Teori ini hingga sekarang masih merajai praktek pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat yang paling dini, seperti kelompok bermain, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behvioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge)ke orang yang belajar atau siswa. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid (Degeng, 2006).
Demikian halnya dalam proses belajar mengajar, siswa dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standart-standart tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para siswa. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar siswa diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat unobservable kurang dijangkau dalam proses evaluasI
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi siswa untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya siswa kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa sebagai pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri siswa (Degeng, 2006).
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.

Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila siswa menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan siswa secara individual (Degeng, 2006).






BAB III
KESIMPULAN
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike,Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan










DAFTAR PUSTAKA
Diakses pada tanggal 29 Maret 2012 pukul 04.30 Wib.